Selasa, 22 Maret 2011

cerita nyata penuh Hikmah dan sedikit kocak tentang Usahanya mbah Zainal Wong Wongan untuk dapat bermimpi bertemu Rasulullah SAW.

Yg Namanya Muslim pasti merindukan berjumpa dg Pujaan hatinya, bagaimana tidak dialah Figur yg mempesona صلى الله عليه وسلم .

Sayapun tak ketinggalan, semenjak tahu betapa agungnya Beliau dr keterangan2 ktb al barzanji yg di maknai gandul ol...eh Kyaiku.

Sayapun mulai berpetualang mencari jln pintas demi menebus kerinduan.

Kesana kemari saya mencari ijazah, baik dr Guru, Kyai, teman, dukun dll. Karena bermimpi dg Rosul adalah hal yg hebat, maka saya berkeyakinan bhw jalan kesana haruslah berat, maka ijazah2 yg selama itu saya terima saya pandang masih terlalu ringan, selanjutnya sayapun terus mencari, harus yg berat. Sampailah pada suatu saat saya mendapatkannya dn kemudian mengamalkannya (selama 7 hari 7 malam).

Pada malam yg terahir, yg harus jatuh pada malam jum'at. Sejak sore hari saya udah berdebar membayangkan perjumpaan dg Baginda.

Singkat cerita, pada tengah malam saya telah bersiap tidur dg cara mayyit di kubur.

Pakaian serba putih, minyak wangi dn membaca sholawat sebanyak mungkin.

1 jam, 2 jam saya gak bisa tidur, karena nyamuknya yg sangat banyak, sayapun gak kehilangan akal.

Saya ambil kalender, saya balik gambarnya menutupi wajah, agar tidak melanggar ketentuan memakai yg putih2. Aaamaaan deh...

Saya masih aja gak bisa tidur, karena nyamuknya masih punya celah dari atas kepala dn masuk untuk mengusik dg suara ngiiiiing.....

Menjelang Subuh baru saja saya tidur sekejap, baru aja mulai mimpi berada di tanah arab, saya di kejutkan oleh suara jeritan ketakutan, Mayiiiiiit.......

Merbot Masjid lari ke jalan raya, karena melihat serba putih yg tidur dg mujur ke utara. Sialan!!! Tp kepingkel2 di buatnya.

Ini cerita benar2 saya alami.

Setelah kejadian itu (waktu itu saya masih remaja, kira2 umur 14 th). Saya gak bosan2 mengulang dn mengulang dg fariasi amalan yg berbeda, tp selalu gagal. Dalam arti sll gak tuntas dalam menjalankan ritual.

Sema...kin Dewasa semakin panjang pula petualangan saya dalam memimpikan mimpi bertemu dg Baginda. Karena saya menemukan semacam Bisyaroh, bhw sesiapa yg bertemu dg Rosulullah dalam mimpi, akan bertemu pula dalam waktu jaga. Dn siapa yg ketemu dalam waktu jaga menandakan bhw dia orang yg mendapat Syafa'at. Atau bahkan bertemu dalam mimpi saja.

Sampailah pada suatu bacaan dn keterangan dr Kyai, bhw untk bertemu dg Beliau di perlukan kematangan jiwa dn persiapan mental yg kuat di samping usaha kuat dg berbagai amalan trsbt.

Rasa penasaran saya semakin memuncak, ketika saya bertemu d...g orang biasa (tidak pinter agama dn amalnya juga biasa2 saja), tp dg kepolosannya dia cerita kalo dalam 1 bln di dapat bertemu dg Beliau sedikitnya 4 kali.

Saya amati sahabat baru saya ini, memang aura wajahnya gk sprt kebanyakan orang2 Nelayan.

Tutur katanya halus, penuh kerendahan hati, tp dia bicara apa adanya, seringkali juga saya di ingatkan dalam ngobrolnya.

Sampailah pada sebuah kesimpulan bhw dia seorang pengamal sholawat (ingat dia sama sekali gak fasih ketika membacanya "Allahumma Solli ngala sayyidina Mukammat") di samping itu dia ternyata seorang DERMAWAN. Dalam bersedekah gk pakai perhitungan dn kepada siapa saja yg membutuhkan. Ini sesuai apa yg saya tahu selama ini, bhw DERMAWAN itu sangat luar biasa untk membuka hijab.

Dia sering prihatin jika ada sanak saudara yg kesulitan, walaupun terkadang dia juga gk bisa nolong.

Oh ya, sempat juga sahabat saya ini saya ceritakan kpd Para Kyai, komplit dg sifat2nya. Dn rata2 Kyai pada membenarkannya, artinya memang or...ang yg punya shifat2 sprt itulah yg di suka Rosulullah. Yaitu orang yg hatinya penuh kasih sayang terhadap sesama. Tidak kumantil dunyo, dn yg paling istimewa adalah dia merasa bodoh, maka dia suka berteman dg santri, dia gak malu bertanya atau meminta nasihat kpd teman yg umurnya jauh di bawahnya
 
sumber : GUS TAMA

Ngalap Berkah (Tabarukan)

Ngalap Berkah

Berkah (barokah) diartikan dengan tambahnya kebaikan (ziyadah al-khair). Sedangkan tabarruk bermakna mencari tambahnya kebaikan atau ngalap barokah (thalab ziyadah al-khair). Demikian para ulama menjelaskan.

Masyarakat kita seringkali mendatangi orang-orang saleh dan para ulama sepuh dengan tujuan tabarruk. Para ulama dan orang saleh memang ada barokahnya. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:
“Dari Ibn Abbas radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda: “Berkah Allah bersama orang-orang besar di antara kamu.” (HR. Ibn Hibban (1912), Abu Nu’aim dalam al-Hilyah (8/172), al-Hakim dalam al-Mustadrak (1/62) dan al-Dhiya’ dalam al-Mukhtarah (64/35/2). Al-Hakim berkata, hadits ini shahih sesuai kriteria al-Bukhari, dan al-Dzahabi menyetujuinya.)

Al-Imam al-Munawi menjelaskan dalam Faidh al-Qadir, bahwa hadits tersebut mendorong kita mencari berkah Allah subhanahu wa ta’ala dari orang-orang besar dengan memuliakan dan mengagungkan mereka. Orang besar di sini bisa dalam artian besar ilmunya seperti para ulama, atau kesalehannya seperti orang-orang saleh. Bisa pula, besar dalam segi usia, seperti orang-orang yang lebih tua.

Jika ada yang bertanya, “Bagaimana Islam menanggapi orang-orang yang melakukan ziarah ke makam para wali dengan tujuan mencari berkah?”

Di antara amal yang dapat mendekatkan seseorang kepada Allah subhanahu wa ta’ala adalah ziarah makam para nabi atau para wali. Baik ziarah tersebut dilakukan dengan tujuan mengucapkan salam kepada mereka atau karena tujuan tabarruk (ngalap barokah) dengan berziarah ke makam mereka. Maksud tabarruk di sini adalah mencari barokah dari Allah subhanahu wa ta’ala dengan cara berziarah ke makam para wali.

Orang yang berziarah ke makam para wali dengan tujuan tabarruk, maka ziarah tersebut dapat mendekatkannya kepada Allah subhanahu wa ta’ala dan tidak menjauhkannya dari Allah subhanahu wa ta’ala. Orang yang berpendapat bahwa ziarah wali dengan tujuan tabarruk itu syirik, jelas keliru. Ia tidak punya dalil, baik dari al-Qur’an maupun dari hadits Nabi shallallahu alaihi wa sallam. Al-Hafizh Waliyyuddin al-’Iraqi berkata ketika menguraikan maksud hadits:
“Sesungguhnya Nabi Musa as berkata, “Ya Allah, dekatkanlah aku kepada tanah suci sejauh satu lemparan dengan batu.” Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda: “Demi Allah, seandainya aku ada disampingnya, tentu aku beritahu kalian letak makam Musa, yaitu di tepi jalan di sebelah bukit pasir merah.”

Ketika menjelaskan maksud hadits tersebut, al-Hafizh al-’Iraqi berkata:
“Hadits tersebut menjelaskan anjuran mengetahui makam orang-orang saleh untuk dizarahi dan dipenuhi haknya. Nabi shallallahu alaihi wa sallam telah menyebutkan tanda-tanda makam Nabi Musa u yaitu pada makam yang sekarang dikenal masyarakat sebagai makam beliau. Yang jelas, tempat tersebut adalah makam yang ditunjukkan oleh Nabi shallallahu alaihi wa sallam.” (Tharh al-Tatsrib, [3/303]).

Pada dasarnya ziarah kubur itu sunnat dan ada pahalanya. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:
“Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda: “Dulu aku melarang kamu ziarah kubur. Sekarang ziarahlah.” (HR. Muslim). Dalam satu riwayat, “Barangsiapa yang henda ziarah kubur maka ziarahlah, karena hal tersebut dapat mengingatkan kita pada akhirat.” (Riyadh al-Shalihin [bab 66]).

Di sini mungkin ada yang bertanya, adakah dalil yang menunjukkan bolehnya ziarah kubur dengan tujuan tabarruk dan tawassul? Sebagaimana dimaklumi, tabarruk itu punya makna keinginan mendapat berkah dari Allah subhanahu wa ta’ala dengan berziarah ke makam nabi atau wali. Kemudian para nabi itu meskipun telah pindah ke alam baka, namun pada hakekatnya mereka masih hidup. Dengan demikian, tidak mustahil apabila mereka merasakan datangnya orang yang ziarah, maka mereka akan mendoakan peziarah itu kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:
“Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda: “Para nabi itu hidup di alam kubur mereka seraya menunaikan shalat.” (HR. al-Baihaqi dalam Hayat al-Anbiya’, [1]).

Sebagai penegasan bahwa Nabi shallallahu alaihi wa sallam yang telah wafat, dapat mendoakan orang yang masih hidup, adalah hadits berikut ini:
“Dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda: “Hidupku lebih baik bagi kalian. Kalian berbuat sesuatu, aku dapat menjelaskan hukumnya. Wafatku juga lebih baik bagi kalian. Apabila aku wafat, maka amal perbuatan kalian ditampakkan kepadaku. Apabila aku melihat amal baik kalian, aku akan memuji kepada Allah. Dan apabila aku melihat sebaliknya, maka aku memintakan ampun kalian kepada Allah.” (HR. al-Bazzar, [1925]).

Karena keyakinan bahwa para nabi itu masih hidup di alam kubur mereka, kaum salaf sejak generasi sahabat melakukan tabarruk dengan Nabi shallallahu alaihi wa sallam setelah beliau wafat. Hakekat bahwa para nabi dan orang saleh itu masih hidup di alam kubur, sehingga para peziarah dapat bertabarruk dan bertawassul dengan mereka, telah disebutkan oleh Syaikh Ibn Taimiyah berikut ini:
“Tidak masuk dalam bagian ini (kemungkaran menurut ulama salaf) adalah apa yang diriwayatkan bahwa sebagian kaum mendengar jawaban salam dari makam Nabi shallallahu alaihi wa sallam atau makam orang-orang saleh, juga Sa’id bin al-Musayyab mendengar adzan dari makam Nabi shallallahu alaihi wa sallam pada malam-malam peristiwa al-Harrah dan sesamanya. Ini semuanya benar, dan bukan yang kami persoalkan. Persoalannya lebih besar dan lebih serius dari hal tersebut. Demikian pula bukan termasuk kemungkaran, adalah apa yang diriwayatkan bahwa seorang laki-laki datang ke makam Nabi shallallahu alaihi wa sallam lalu mengadukan musim kemarau kepada beliau pada tahun ramadah (paceklik). Lalu orang tersebut bermimpi Nabi shallallahu alaihi wa sallam dan menyuruhnya untuk mendatangi Umar bin al-Khaththab agar keluar melakukan istisqa’ dengan masyarakat. Ini bukan termasuk kemungkaran. Hal semacam ini banyak sekali terjadi dengan orang-orang yang kedudukannya di bawah Nabi shallallahu alaihi wa sallam, dan aku sendiri banyak mengetahui peristiwa-peristiwa seperti ini.” (Syaikh Ibn Taimiyah, Iqtidha’ al-Shirath al-Mustaqim, juz. 1, hal. 373).

Kisah laki-laki yang datang ke makam Nabi shallallahu alaihi wa sallam di atas, telah dijelaskan secara lengkap oleh al-Hafizh Ibn Katsir al-Dimasyqi, murid terkemuka Syaikh Ibn Taimiyah, dalam kitabnya al-Bidayah wa al-Nihayah. Beliau berkata:

“Al-Hafizh Abu Bakar al-Baihaqi berkata, Abu Nashr bin Qatadah dan Abu Bakar al-Farisi mengabarkan kepada kami, Abu Umar bin Mathar mengabarkan kepada kami, Ibrahim bin Ali al-Dzuhli mengabarkan kepada kami, Yahya bin Yahya mengabarkan kepada kami, Abu Muawiyah mengabarkan kepada kami, dari al-A’masy, dari Abu Shalih, dari Malik al-Dar, bendahara pangan Khalifah Umar bin al-Khaththab, bahwa musim paceklik melanda kaum Muslimin pada masa Khalifah Umar. Maka seorang sahabat (yaitu Bilal bin al-Harits al-Muzani) mendatangi makam Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dan mengatakan: “Hai Rasulullah, mohonkanlah hujan kepada Allah untuk umatmu karena sungguh mereka benar-benar telah binasa”. Kemudian orang ini bermimpi bertemu dengan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dan beliau berkata kepadanya: “Sampaikan salamku kepada Umar dan beritahukan bahwa hujan akan turun untuk mereka, dan katakan kepadanya “bersungguh-sungguhlah melayani umat”. Kemudian sahabat tersebut datang kepada Umar dan memberitahukan apa yang dilakukannya dan mimpi yang dialaminya. Lalu Umar menangis dan mengatakan: “Ya Allah, saya akan kerahkan semua upayaku kecuali yang aku tidak mampu”. Sanad hadits ini shahih. (Al-Hafizh Ibn Katsir, al-Bidayah wa al-Nihayah, juz 7, hal. 92. Dalam Jami’ al-Masanid juz i, hal. 233, Ibn Katsir berkata, sanadnya jayyid (baik). Hadits ini juga diriwayatkan oleh Ibn Abi Khaitsamah, lihat al-Ishabah juz 3, hal. 484, al-Khalili dalam al-Irsyad, juz 1, hal. 313, Ibn Abdil Barr dalam al-Isti’ab, juz 2, hal. 464 serta dishahihkan oleh al-Hafizh Ibn Hajar dalam Fath al-Bari, juz 2, hal. 495).

Apabila hadits di atas kita cermati dengan seksama, maka akan kita pahami bahwa sahabat Bilal bin al-Harits al-Muzani radhiyallahu ‘anhu tersebut datang ke makam Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dengan tujuan tabarruk, bukan tujuan mengucapkan salam. Kemudian ketika laki-laki itu melaporkan kepada Sayidina Umar radhiyallahu ‘anhu, ternyata Umar radhiyallahu ‘anhu tidak menyalahkannya. Sayidina Umar radhiyallahu ‘anhu juga tidak berkata kepada laki-laki itu, “Perbuatanmu ini syirik”, atau berkata, “Mengapa kamu pergi ke makam Rasul shallallahu alaihi wa sallam untuk tujuan tabarruk, sedangkan beliau telah wafat dan tidak bisa bermanfaat bagimu”.

Hal ini menjadi bukti bahwa bertabarruk dengan para nabi dan wali dengan berziarah ke makam mereka, itu telah dilakukan oleh kaum salaf sejak generasi sahabat, tabi’in dan penerusnya.

Demikian semoga bermanfaat,Wallohu'alam

Dikutip dari Madinatulilmi
Al Habib Sholeh bin Ahmad bin Salim Al Aydrus - Malang, Jawa Timur

sumber: Hj sonya ade rahmawaty