Selasa, 17 Mei 2011

“Senyumanmu di Hadapan Saudaramu Adalah Sedekah”

Pertama, senyuman sinis. Senyuman yang mengembang dari orang yang sinis tidak akan membuat bahagia, nyaman, tentram apalagi damai. Sebaliknya, senyuman jenis inilah yang bakal membuat hati teriris. Sebagai tamsil, firman Allah dalam surah Al Zukhruf [43] ayat 47 yang menerangkan bagaimana kaum Nabi Musa as. mengembangkan senyum sinis dan ejekan :

“Maka tatkala dia (Musa) datang kepada mereka dengan membawa mukjizat- mukjizat Kami, dengan serta merta mereka mentertawakannya.”

Kedua, senyum godaan. Senyuman ini membuat orang lain mabuk kepayang. Inilah senyuman yang ditebar laki-laki dan perempuan penggoda. Senyum godaan nihil manfaat malah menyebabkan orang lain terjatuh dalam lembah kemaksiatan yang pada akhirnya membuatnya melanggar perintah Allah swt. Sebagian ahli zuhud mengatakan, “Barangsiapa berbuat dosa sambil tersenyum, maka Allah akan melempar dia ke neraka dalam keadaan menangis. Dan barangsiapa dengan menangis berbuat taat, maka Allah akan memasukkannya ke surga dalam keadaan tersenyum.”

Ketiga, senyum ketulusan. Senyum jenis ini membuat orang yang melihatnya, bergetar hatinya. Sebab, senyuman ini dibarengi dengan dengan kesungguhan dan kewibaan sebagai ilustrasi kelegaan jiwa dan kepuasan hati pelakunya.
Pernah suatu ketika Rasulullah saw terlihat berwajah masam ketika melihat seorang pemuda lewat di depannya dengan rambut yang acak-acakan. Karena merasa diperhatikan, pemuda ini bertanya-tanya dalam hati, “Apakah gerangan yang membuat Rasulullah saw bermuka masam kepadanya?.” Ternyata rambutnya yang acak-acakan itulah yang menjadi penyebabnya.

Ketika pemuda kembali lewat di depan Rasulullah saw dengan penampilan yang lebih menarik, maka Rasulullah saw mengembangkan senyumannya.

Keempat, senyum ketabahan dan ketegaran. Senyum ini lahir dari orang yang yang tabah dalam menghadapi ujian dari Allah swt, sabar dalam menghadapi gangguan orang lain. Senyuman inilah yang membuat orang lain ikut berbahagia. Seperti hadits riwayat Ahmad dari Abû Hurairah bahwa seorang laki-laki mencaci-maki Sayyidinâ Abû Bakar r.a., sedang Nabi Muhammad saw hanya duduk-duduk sembari terheran-heran dan tersenyum-senyum. Ketika makian orang itu semakin menjadi-jadi, Abu Bakar pun membalas sebagaian omelannya. Maka, marahlah Nabi dan beranjak yang juga diikuti oleh Abu Bakar.

“Wahai Rasulullah, orang itu telah memaki-maki aku sedang Anda hanya duduk-duduk dan senyum-senyum saja. Ketika aku menanggapi sebagaian omelannya, Anda marah!”, protes Abu Bakar.

“Mulanya telah bersamamu seorang malaikat yang membalas makiannya. Tetapi ketika kamu membalasnya, maka datanglah setan,” sabda Nabi

Demikianlah empat “pelangi’ senyuman. Dari sini, tersimpulkan bahwa senyum ada dua, positif dan negatif. Masuk dalam senyum negatif, senyuman sinis dan senyuman penggoda. Dua lainnya adalah senyum positif yang amat dianjurkan untuk ditradisikan yaitu senyum ketulusan dan ketabahan. Sudah saatnya mengawali hari-hari dengan tersenyum sebagai salah satu ekspresi rasa syukur.

sumber: habib ali akbar bin agil

DAKWAH HABIB MUNZIR ALMUSAWA DI TV ONE

Senin, 16 Mei 2011

Kisah Tentang Al-Habib Abu Bakar Gresik ; Mintalah doa kepada orang tuamu

di saat di depan rumah saya , saya telah mencoba menyapa Al-Habib alwi bin husein Al-Haddad lantas beliau menyapa balik ke saya dan mencoba untuk menghapiri saya lantas saya telah berbincang-bincang dengan tentang dakwah yang habib alwi lakukan , di saat akhir bincang-bincang lantas saya meminta doa kepada Al-Habib Alwi ya Habib doakan saya ya ,, Lantas Beliau Al-Habib Alwi bercerita
perlu kamu ketahui hud , disaat zaman Al-Habib Abu Bakar Assegaf Gresik ada sesorang meminta doa kepada beliau Lantas Hb. Abu Bakar menjawab apakah kamu masih memiliki kedua orang tua lantas jawab orang yang meminta doa : Masih beb , Lantas Hb Abu bakar mengatakan perlu kamu ketahui ya Fulan Sungguh 70 orang seperti ku masih lebih baik doa kedua orang tua mu ,, Subahnallah ,, betapa Zuhud nya Al-Habib Abu Bakar , beliau merupakan Wali Min Awliya illah ,sampai diakatakan 70 kali orang seperti ku (seperti Hb.Abu Bakar ) , Subhanallah Betapa mulia nya doa kedua orang tua kita ,,bahkan Nabi Muhammad Saw Bersabda yang kurang lebih maksud / artinya : “Doa kedua orang tua seperti doa Nabi kepada ummatnya” (yang mana pasti terkabulnya) Subhanallah ,,,,, dan masih banyak lagi cerita-cerita yang mengisahkan kdeua oang tua kita diantaranya kisah Ques Al-Qoroni dll sbagai nya sekian dari saya ,, Mohon maaf apabila ada penulisan kata sbb saya hanyalah orang awwam , yang mencoba ngetik2,,, Wassalam 


sumber: habib Mikail Hud Mauladawilah

Kamis, 05 Mei 2011

Mengucapkan kata “Sayyidina”

Kata-kata “sayyidina” atau ”tuan” atau “yang mulia” seringkali digunakan oleh kaum muslimin, baik ketika shalat maupun di luar shalat. Hal itu termasuk amalan yang sangat utama, karena merupakan salah satu bentuk penghormatan kepada Nabi Muhammad SAW. Syeikh Ibrahim bin Muhammad al-Bajuri menyatakan:

الأوْلَى ذِكْرُالسَّيِّادَةِ لِأنَّ اْلأَفْضَلَ سُلُوْكُ اْلأَدَ بِ

“Yang lebih utama adalah mengucapkan sayyidina (sebelum nama Nabi SAW), karena hal yang lebih utama bersopan santun (kepada Beliau).” (Hasyisyah al-Bajuri, juz I, hal 156).

Pendapat ini didasarkan pada hadits Nabi SAW:

عن أبي هريرةقا ل , قا ل ر سو ل الله صلي الله عليه وسلم أنَا سَيِّدُ وَلَدِ آدَمَ يَوْمَ القِيَامَةِ وَأوَّلُ مَنْ يُنْسَقُّ عَنْهُ الْقَبْرُ وَأوَّلُ شَافعٍ وأول مُشَافِعٍ


“Diriwayatkan dari Abu Hurairah RA ia berkata, Rasulullah SAW bersabda, “Saya adalah sayyid (penghulu) anak adam pada hari kiamat. Orang pertama yang bangkit dari kubur, orang yang pertama memberikan syafaa’at dan orang yang pertama kali diberi hak untuk membrikan syafa’at.” (Shahih Muslim, 4223).

Hadits ini menyatakan bahwa nabi SAW menjadi sayyid di akhirat. Namun bukan berarti Nabi Muhammad SAW menjadi sayyid hanya pada hari kiamat saja. Bahkan beliau SAW menjadi sayyid manusia didunia dan akhirat. Sebagaimana yang dikemukakan oleh sayyid Muhammad bin Alawi al-Maliki al-Hasani:

“Kata sayyidina ini tidak hanya tertentu untuk Nabi Muhammad SAW di hari kiamat saja, sebagaimana yang dipahami oleh sebagian orang dari beberapa riwayat hadits 'saya adalah sayyidnya anak cucu adam di hari kiamat.' Tapi Nabi SAW menjadi sayyid keturunan ‘Adam di dunia dan akhirat”. (dalam kitabnya Manhaj as-Salafi fi Fahmin Nushush bainan Nazhariyyah wat Tathbiq, 169)

Ini sebagai indikasi bahwa Nabi SAW membolehkan memanggil beliau dengan sayyidina. Karena memang kenyataannya begitu. Nabi Muhammad SAW sebagai junjungan kita umat manusia yang harus kita hormati sepanjang masa.

Lalu bagaimana dengan “hadits” yang menjelaskan larangan mengucapkan sayyidina di dalam shalat?

لَا تُسَيِّدُونِي فِي الصَّلَاةِ

“Janganlah kalian mengucapakan sayyidina kepadaku di dalam shalat”

Ungkapan ini memang diklaim oleh sebagian golongan sebagai hadits Nabi SAW. Sehingga mereka mengatakan bahwa menambah kata sayyidina di depan nama Nabi Muhammad SAW adalah bid’ah dhalalah, bid’ah yang tidak baik.

Akan tetapi ungkapan ini masih diragukan kebenarannya. Sebab secara gramatika bahasa Arab, susunan kata-katanya ada yang tidak singkron. Dalam bahasa Arab tidak dikatakan سَادَ- يَسِيْدُ , akan tetapi سَادَ -يَسُوْدُ , Sehingga tidak bisa dikatakan لَاتُسَيِّدُوْنِي

Oleh karena itu, jika ungkapan itu disebut hadits, maka tergolong hadits maudhu’. Yakni hadits palsu, bukan sabda Nabi, karena tidak mungkin Nabi SAW keliru dalam menyusun kata-kata Arab. Konsekuensinya, hadits itu tidak bisa dijadikan dalil untuk melarang mengucapkan sayyidina dalam shalat?

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa membaca sayyidina ketika membaca shalawat kepada Nabi Muhammad SAW boleh-boleh saja, bahkan dianjurkan. Demikian pula ketika membaca tasyahud di dalam shalat.


KH Muhyiddin Abdusshomad
Pengasuh Pondok Pesantren Nurul Islam (Nuris), Ketua PCNU Jember