Senin, 25 April 2011

Jaminan Dalam Al-qur'an dan Al-hadits bahwa golongan Al-Asya'ari Sebagai golongan yang selamat

Tidak sedikit golongan diluar sana yang mencela ajaran Asya'iroh dengan menamakan ajaran tersebut sebagai bagian dari ajaran mu'tazilah , falasifah, dan sebagainya. Namun cacian itu sama sekali tidak akan berpengaruh bahkan sebaliknya akan membungkam mulut mereka ketika terdapat sebuah nash yang jelas sebagai bantahan atas celaan tersebut.

Sebab tidak tanggung-tanggung , Allah memuji golongan Asya'iroh dalam sebuah ayat yang mana pada saat ayat ini turun, Rasulullah memberikan isyaratnya kepada seorang sahabat yaitu Imam Abu Musa al-Asy'ari (Kakek dari Imam Abu Hasan al-Asy'ari) seraya menunjuk kepadanya.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ مَن يَرْتَدَّ مِنكُمْ عَن دِينِهِ فَسَوْفَ يَأْتِي اللّهُ بِقَوْمٍ يُحِبُّهُمْ وَيُحِبُّونَهُ أَذِلَّةٍ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ أَعِزَّةٍ عَلَى الْكَافِرِينَ يُجَاهِدُونَ فِي سَبِيلِ اللّهِ وَلاَ يَخَافُونَ لَوْمَةَ لآئِمٍ ذَلِكَ فَضْلُ اللّهِ يُؤْتِيهِ مَن يَشَاءُ وَاللّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ

"Hai orang-orang yang beriman, barangsiapa diantara kamu yang murtad dari agamanya maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan mereka pun mencintai-Nya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang-orang mukmin, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad di jalan Allah, yang tidak takut terhadap celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui" (QS. al-Maidah : 54)

Rasulullah SAW yang bertugas sebagai mubayyin (penjelas) al-Qur'an telah memberikan penjelasan bahwa yang dimaksud dengan "kaum yang Allah  mencintai mereka dan mereka pun mencintaiNya..", dalam ayat diatas adalah kaum Abu Musa al-Asy'ari berdasarkan hadits shahih berikut

عن عياض الاشعري قال : لما نزلت : {فسوف يأتي الله بقوم يحبهم ويحبونه} قال رسول الله  صلى الله عليه وسلم: (هم قومك يا أبا موسى) وأومأ رسول الله صلى الله عليه وسلم : هم قوم هذا , و أشار إلي أبي موسى الأشعري.

Dari Iyadh al-Asy'ari Radiyallahuanhu dia berkata "Ketika ayat, "Allah SWT akan mendatangkan satu kaum yang Allah mencintai mereka dan mereka pun mencintai-Nya", maka Rasulullah SAW bersabda sambil menunjuk kepada Abu Musa al-Asy'ari : "Mereka adalah kaumnya laki-laki ini"

قال القشيرى: فأتباع أبى الحسن الأشعرى من قومه لأن كل موضع أضيف فيه قوم إلى نبي أريد به الأتباع، قاله القرطبى فى تفسيره (ج6/220) .

Al-Qusyairi berkata : "Pengikut madzhab Abi al-Hasan al-Asy'ari termasuk kaum Abu Musa al-Asy'ari , karena setiap terjadi penisbahan kata kaum terhadap nabi didalam al-Qur'an, maka yang dimaksudkan adalah pengikutnya"

وقال البيهقى: وذلك لما وجد فيه من الفضيلة الجليلة والمرتبة الشريفة للإمام أبى الحسن الأشعرى رضى الله عنه فهو من قوم أبى موسى وأولاده الذين أوتوا العلم ورزقوا الفهم مخصوصاً من بينهم بتقوية السنة وقمع البدعة بإظهار الحجة ورد الشبهة ".ذكره ابن عساكر في تبيين كذب المفتري.

Dan telah berkata Imam Bayhaqy " Demikian itu karena telah nyata di temukan keutamaan besar dan dan kedudukan yang sangat mulia pada dari Imam Abu Hasan al Asy'ari Rodiyallahu anhu. Beliau adalah dari kaum Abu Musa al Asy'ari dan termasuk anak turunya. mereka2 itu telah di beri ilmu rezki kefahaman yang di hususkan di antara mereka yaitu dengan menguatkan sunnah dan menghancurkan bid'ah dengan menampakan hujjah dan menolak segala syubhat/kekeliruan"

Mungkinkah al-Qur'an memuji kaum yang salah ???? Inilah aqidah yang haq !!! Mari kita sebarkan dan pelajari aqidah ini !!

 فالأشعرية والماتريدية هم أهل السنة والجماعة الفرقة الناجية.

sumber : maha guru assayidah sonya ade rahmawaty 

Jumat, 22 April 2011

Akhlaq Ahlul Bait

Baru saja Sayyidina Ali Zainal Abidin keluar dari rumahnya, tiba-tiba seseorang mendatanginya dan berkata, "Kau telah mencuri kantong uangku yang berisi 1000 dinar. Tidak ada yang mencurinya kecuali engkau." Orang itu lalu menghina dan mencaci. "Mari ke rumahku, akan kukembalikan uangmu," kata beliau. Beliau kemudian kembali ke rumahnya diikuti orang itu.Sesampainya di rumah, beliau memberinya uang 1000 dinar. Orang itu lalu pulang. Setelah sampai di rumah, ia terkejut melihat kantong uangnya yg berisi 1000 dinar ternyata tertinggal di rumah. Ia segera menemui Sayyidina Ali Zainal Abidin untuk meminta maaf. "Aku telah mencaci dan menuduhmu sebagai pencuri tapi kau berdiam, sabar dan santun kapadaku. Kau tidak membalas dengan perlakuan yg pantas bagiku, bahkan kau memberiku 1000 dinar. Sekarang uangku telah kutemukan, maka ambillah uang 1000 dinarmu ini." "Engkau telah kumaafkan dan 1000 dinar itu untukmu, semoga Allah memberkatimu. Kami ahlul bait jika telah mengeluarkan sesuatu tidak akan menariknya kembali." Andaikata peristiwa ini terjadi pada diri kita, kita tentu akan membalas setiap kata yang ia ucapkan dengan sepuluh kata yang lebih buruk. Akan tetapi, karena beliau bersabar dan bersikap santun, maka lelaki itu menyesal dan bertobat.

sumber : syarifah nisa barakwan

Senin, 18 April 2011

NIKMAT ALLAH YANG MANAKAH YANG KITA DUSTAKAN?

Ibnu Qudamah dalam bukunya yang terkenal, At Tawwabin, mengetengahkan kisah kalajengking, kodok, dan pemabuk, seperti disampaikan oleh Dzun Nun Al-Mishri. Pertma kali saya mengetahui kisah ini dari novel Bumi Cinta karya Habiburrahman yang kemudian saya telurusi sumber aslinya.

Suatu ketika, Dzun Nun berjalan di tepian sungai. Ia melihat seekor kalajengking melompat ke punggung seekor katak. Kemudian sang katak berenang menyeberangi sungai. Dzun Nun dengan firasatanya yang tajam berkata, “Sepertinya ada sesuatu yang akan terjadi dengan kalajengking ini.”

Dzun Nun terus mengikuti perjalanan kedua mahkluk Allah tersebut hingga sampai di daratan. Lalu, Dzun Nun melihat seorang pemabuk sedang teler akibat menunggak minuman keras sementara ada ular besar yang melilit pemabuk yang pingsan itu.

Di sinilah terjadi hal yang luar biasa. Kalajengking melompat ke ular. Terjadilah pertarungan yang luar biasa sengitnya. Saling menyerang, mencabik, dan berusaha membunuh. Kalajengking dan ular sama-sama berusah saling menghabisi dan mengoyak tubuh lawannya. Namun akhirnya, ular terkapar kalah tak bernyawa.

Dzun Nun membangunkan pemuda teler ini. Ia berkata: “Hai anak muda, lihatlah betapa besar kasih sayang Allah yang telah sudi menyelamatkanmu. Lihatlah kalajengking yang telah diutus-Nya untuk membinasakan ular yang hendak membunuhmu.”

Pemuda ini berkata, “Duhai Ilahi, begitu kasihnya engkau kepada hamba yang penuh dosa ini, bagaimana halnya kasihMu kepada hamba yang taat kepada-Mu?

Sebuah kisah menarik. Sarat pelajaran dan hikmah yang layak menjadi bahan renungan bagi siapa saja. Membaca kisah tersebut membuat kita yang doyan lalai ini menghela nafas, mengingat rahmat Allah yang melekat pada kita. Padahal kita acap mengolok-olok Allah, tapi Allah tetap sayang pada kita. Tidak berhenti sedetikpun kecuali anugerah-Nya melengkapi hidup ini.

Kita bisa menemukan kasih sayang Allah pada tubuh kita. Cobalah membaca buku 7 Pilar Kehidupan yang ditulis oleh M. Ratib An-Nabulsi. Di dalamnya, terpapar keteraturan struktur tubuh kita. Cukuplah di sini kita sebut beberapa di antaranya: mulai dari rambut di kepala, selaput jala mata, telinga, lidah, ludah, aliran darah, liver, sampai permukaan kulit.

Di kepala kita terdapat 300 ribu helai rambut yang tiap helainya menyimpan akar, pembuluh darah, otot, saraf, kelenjar lunak, dan kelenjar kromoson. “Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?”

Di selaput jala mata kita terdapat 10 lapisan yang di dalamnya terdapat 130 juta sel dengan 400 ribu serat saraf. Di telinga kita terdapat 30 ribu sel pendengar yang memindahkan suara terhalus. Di permukaan lidah kita terdapat papilla yaitu bagian menonjol pada selaput yang berlendir di bagian atas lidah yang dengannya kita dapat merasakan manis, asam, pahit, dan asin. “Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?”

Dan tahukah kita bahwa di dalam ludah mulut, terdapat 500 ribu sel yang di tiap lima detiknya yang digantikan dengan setengah juta sel baru? Di dalam setiap 1 mm darah terdapat 500 juta keeping berputar di dalam darah dengan 1.500 putaran, menempuh jarak 1.150 km. “Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?”

Di dalam liver (hati) ada 300 miliar sel yang melakukan regenerasi dalam jangka waktu 4 bulan. Tanpa liver selama 3 jam sudah cukup sebagai akhir kehidupan kita.“Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?”

Di bawah permukaan kulit terdapat 15 juta pengatur suhu tubuh, yang disebut sebagai kelenjar keringat. Pada setiap kelenjar keringat terdapat satu pengatur satu pengatur suhu untuk mengatur suhu kulit dan menormlkan kelembabannya. “Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?”

Semua ada karena Allah. Jantung, mata, hati, ginjal, telinga, hidung, lidah, tangan, ludah, aliran darah, dan anggota tubuh lainnya yang melekat pada diri ini adalah titipan-Nya yang diberikan secara cuma-cuma.

Wahai kita yang amalnya sedikit dibanding maksiatnya, nikmat Allah yang manakah yang telah kita dustakan? “Dan pada dirimu sendiri, apakah kamu tidak memperhatikannya.” (Qs. Adz-Dzariyaat: 21)

“Ya Tuhan kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri, dan jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, pastilah kami termasuk orang-orang yang merugi.” (Al-Araf: 23)

sumber: alhabib ali akbar bin agil (malang)

Minggu, 10 April 2011

Luasnya Ampunan Allah

Suatu hari, ada seseorang datang menemui Rasul SAW. dan berkata kepada beliau, “Wahai Rasulullah, aku telah melakukan dosa besar, bagaimana cara menebus dosa-dosa yang telah kulakukan?

Kata Rasul, “Manakah yang lebih besar, dosamu atau petala langit ?
“Dosaku lebih besar.”
“Manakah yang lebih besar, dosamu ataukah Kursi-Nya Allah?”
“Dosaku.”
“Manakah yang lebih besar, dosamu atau Singgasana-Nya Allah?”
“Dosaku.”
“Manakah yang lebih besar, dosamu atau ampunan Allah?”
“Tentu saja ampunan Allah.”

Setelah itu Rasul saw bertutur, “Hendaknya engkau berjihad di jalan Allah”.
Dijawab olehnya, “Wahai Rasul, aku ini orang yang paling penakut. Sekiranya tidak ada keluargaku yang menemaniku di waktu malam maka aku tidak berani keluar.”
“Kalau begitu, seyogyanya engkau melakukan puasa.”
“Demi Allah, wahai Rasul, aku tidak pernah merasakan perut kenyang sama sekali meski dengan sepotong roti.”
“Hendaknya kau menunaikan salat malam.”
“Wahai Rasul, sekiranya keluargaku tidak membangunkanku untuk salat Subuh, aku tidak akan menunaikan salat subuh.”

Mendengar penuturan salah seorang sahabat ini, Rasul tersenyum hingga nampak gigi gerahamnya. Kemudian beliau berkata, “Kalau begitu, bacalah dua kata yang ringan diucapkan namun mempunyai bobot dalam timbangan pahala Allah serta dicintai oleh-Nya, yaitu: “Subhanallah wa bi hamdih, Subhaanallahil `Adziim.”
***
Sebanyak dan sebesar dosa seseorang, Allah pasti akan mengampuni, asalkan ia betul-betul bertaubat. Allah SWT telah berjanji dalam Al-Quran:

“Dan hendaklah kamu meminta ampun kepada Tuhanmu dan bertaubat kepada-Nya. (jika kamu mengerjakan yang demikian), niscaya Dia akan memberi kenikmatan yang baik (terus menerus) kepadamu sampai kepada waktu yang telah ditentukan dan Dia akan memberikan kepada tiap-tiap orang yang mempunyai keutamaan (balasan) keutamaannya.  Jika kamu berpaling, maka sesungguhnya Aku takut kamu akan ditimpa siksa hari kiamat.” (QS. Hud [11]: 03)

Suatu saat, Al-Rabi` bin Haitsam berkata kepada kawan-kawannya, “Tahukah kalian, apa yang dimaksud dengan “penyakit”, “obat” dan “kesembuhan” itu?
Mereka menjawab, “Kami tidak tahu.”

“Yang dimaksud dengan penyakit adalah perbuatan dosa,  sedang obatnya ialah membaca istighfar serta kesembuhannya adalah bertaubat kepada Allah, tidak mengulanginya kembali.”

Di sini, Al-Rabi memandang obat, penyakit, dan kesembuhan dari aspek batin. Hati seseorang yang berkubang dosa akan mudah tertular penyakit. Jika hati telah sakit berarti membutuhkan obat guna memperoleh kesembuhan.

Hati yang sehat adalah hati yang tiap kali sakit, diobati dengan obat taubat ampun yang berujung pada sikap konsisten mengkonsumsi obat kesembuhan.

Taubat berasal dari kata taaba yang artinya kembali. Secara syara` taubat artinya kembali ke jalan Allah setelah melakukan perbuatan dosa. Imam Nawawi membagi taubat ke dalam dua bagian, yaitu (1) taubat dari dosa yang berhubungan dengan Allah dan (2) taubat dari dosa terhadap sesama manusia.

Untuk yang pertama ada tiga syarat agar taubatnya diterima, yaitu berhenti dari maksiat, menyesal, dan bertekad tidak akan mengulanginya.

Untuk yang kedua, selain ketiga syarat tadi ditambah dengan mengembalikan hak-hak orang yang didzalimi. Caranya bisa dengan minta maaf atau mengembalikan haknya.

Perlu kita sadari, sebagai manusia yang tak pernah luput dari kesalahan, Tangan Allah terbuka tiap waktu bagi orang yang mau bertaubat. Dinyatakan oleh Rasulullah SAW: “Allah membentangkan tangan-Nya di malam hari agar orang yang berbuat keburukan di siang hari bertaubat, dan membentangkan tangan-Nya di siang hari agar orang yang berbuat keburukan di malam hari bertaubat. (Ini akan terus berlaku) hingga matahari terbit dari arah Barat.” (HR. Muslim).

Allah akan mengampuni semua dosa, sekalipun dosanya sepenuh isi bumi, “Wahai manusia, sekiranya kamu datang kepada-Ku dengan membawa dosa seisi bumi kemudian kamu bertemu Aku dengan dalam keadaan tidak menyekutukan Aku dengan suatu apapun, niscaya Aku datang kepadamu dengan membawa ampunan seisi bumi pula,” demikian bunyi hadits qudsi yang diriwayatkan Imam Turmudzi.

SUMBER :  HABIB ALI AKBAR BIN AGIL

Rabu, 06 April 2011

Waliyullah memang Rahasia Allah

Syeh Syihabudin Al Qalyubi menyebutkan dalam kitab karanganya ”An Nawadir”, bahwa Allah SWT merahasiakan 5(Lima) hal dalam 5(Lima) hal. salah satunya adalah Allah merahasiakan keberadaan kekasih-Nya(wali-Nya) di antara manusia.
Untuk apa? Tidak lain adalah agar kita berhati-hati atau menghormati kepada semua orang.
Karena kita tidak tahu siapa orang yang kita selalu kita temui, boleh jadi menurut kita orang biasa/hina tapi ternyata ia adalah waliyullah, maka dengan begitu kita harus menghormati semua orang. Dan memang waliyullah adalah Rahasia Allah, hanya orang-orang pilihan saja yang tahu keberadaan wali-wali Allah sampai sampai di dunia per-wali-an muncul ”Pameo”:

لايعرف الوالي إلاالوالي

”Tidak ada yang mengetahui bahwa seseorang itu wali kecuali ia sendiri wali”.
Wali tidak lebih adalah seorang manusia, sama seperti kita-kita ini, hanya saja ia mempunyai derajat yang tinggi di hadapan Allah, sehingga ia menjadi kekasih Allah.
Mengenai kerahasiaan wali di antara para manusia ini saya teringat apa yang dikisahkan oleh guru saya Mbah Kyai Solichun (PonPes Nurul Hasan, Geger Tegalrejo) sewaktu saya sowan kepada beliau. beliau bercerita, bahwa pada suatu hari Mbah Kyai Marzuqi Lirboyo kedatangan seorang tamu. Tidak seperti pada hari-hari biasanya, di mana tamu yang sowan adalah kyai atau santri berpakaian rapi. Tamu beliau kali ini memang lain dari yang lain, bermata sipit seperti orang keturunan tionghoa(bhs jawa: koyo wong cino), memakai celana pendek dan membawa seekor anjing yang diikat dengan tali.
Pada saat yang bersamaan Mbah Kyai Mahrus (adik Kyai Marzuqi) memperhatikan tamu yang datang ini dari kejauhan.
Tanpa disangka ternyata Mbah Kyai Marzuqi menyambut tamu ini dengan penuh hormat, mencium tanganya dan melayani tamu tersebut secara istimewa.
Karena terkejut dengan sikap Mbah Kyai Marzuqi teradap tamunya, maka setelah tamu tersebut pamitan, Mbah Kyai Mahrus bergegas bertanya kepada Mbah Kyai Marzuqi siapakah tamu beliau tadi dan mengapa Mbah kyai menyambut dengan penuh hormat (bhs Jawa:munduk-munduk), mencium tangan dan melayaninya dengan khidmat.
Mbah Marzuqi menjawab:”Kae mau Nabi Khidir, ngabari aku nek patang puluh dino maneh aku mati” (itu tadi nabi Khidir, memberitahuku bahwa 40 (empat puluh) hari lagi aku mati.”
Dan memang benar, Mbah Kyai Mahrus menghitung tepat 40 (empat puluh) hari setelah kedatangan tamu tersebut, Mbah Kyai Marzuqi dipanggil menghadap Allah SWT.
Wali memang rahasia Allah….
Wallahu A’lam.

SUMBER : TERONG GOSONG

Mengenal Rubat Tarim "HADHRAMAUT"

Sekilas mengenal profil pesantren Rubat Tarim yang telah banyak menelorkan ulama besar di Asia Tenggara, Afrika dan penjuru dunia lainnya Pendahuluan

Kota Tarim sejak dulu merupakan pusat ilmu dan penyebaran agama Islam, pakar sejarah mengatakan demikian. Kerena, melalui perantau yang berasal dari kota ini pada khususnya dan Hadramaut pada umumnya Islam menyebar hingga ke Timur Asia, India, Indonesia, Malaysia, Berunei Darussalam, Fhilipina, Singapura, juga belahan Afrika, Kongo, Somalia, dan Sudan.
Mereka para muhajirin tersebut pergi untuk berdakwah, dan untuk mencukupi kebutuhan hidup mereka berdagang, hingga negeri-negeri yang dulunya kafir berubah menjadi negeri-negeri Islam.

Sayyidina Imam Ahmad bin Hasan al-Attas menyebutkan bahwa sebagian ulama Tarim telah hijrah sejak lebih dari 1000 tahun lalu, diantara mereka ada yang menjadi qadhi (hakim) di Mesir, padahal negeri ini dan    al-Azharnya sudah terkenal sejak dulu sebagai pusat cendekiawan-cendekiawan muslim.

Pada abad-abad selanjutnya fenomena ini mulai berubah, jika sebelumnya para ulama hijrah dari kota Tarim Al-Ghanna ini, kini orang mulai berdatangan ke Tarim untuk menuntut ilmu. Itu terjadi baik dimasa hidup Habib Syekh Abu Bakar bin Salim, masa putra beliau Hamid dan Husin juga di masa Imam Abdullah al-Haddad. Hal ini terjadi terus menerus hingga pada paruh pertama abad ke-13 H. Kota Tarim kian dipenuhi pendatang asing, diantara mereka Sayyid Imam al-Habib Sholeh al-Bahrain, Salim bin Sa’id bin Syumaeil, Syekh Abdullah Basaudan, al-Habib Abu Bakar bin Abdullah al-Attas, dan sebagainya. Pendatang-pendatang ini tinggal di mesjid-mesjid dan juga di zawiyah-zawiyah yang ada di Tarim.    

Kota yang besarnya tidak lebih dari luas sebuah kecamatan di Indonesia ini memang sangat istimewa. Walaupun kecil namun jumlah mesjidnya saja sangat banyak, kurang  lebih 365 buah, dan zawiyah-zawiyah yang makna asalnya adalah pojok-pojok yang berfungsi sebagai tempat ibadah para ubbad (ahli ibadah). Disitu para pelajar belajar ilmu nahwu, fiqh, dan ilmu-ilmu lainnya dengan para guru-guru yang ada di tiap-tiap zawiyah atau mesjid tersebut. Seperti zawiyah Syekh Ali bin Abu Bakar as-Sakron bin Abdurrahman as-Seqqaf yang diasuh oleh al-Allamah Mufti Diyar Hadramiyah al-Habib Abdurrahman bin Muhammad al-Masyhur, kemudian zawiyah mesjid Sirjis dan Awwabin dengan Syekh al-Allamah Muhammad bin Ahmad al-Khatib, zawiyah mesjid Nafi’ diasuh al-Allamah Syekh Ahmad bin Abdullah al-Bakri al-Khatib (setelah wafat guru beliau yang juga pendiri zawiyah tersebut, al-Allamah Ahmad bin Abdullah Balfaqih pada tahun 1299 H, dan setelah wafat al-Habib Abu Bakar bin Abdullah Bakar al-Khered), kemudian mesjid Suwayyah pengajarnya juga Syekh Ahmad, mesjid bani Hatim (sekarang dikenal dengan mesjid ‘Asyiq) mudarrisnya al-Allamah Alwi bin Abdurrahman bin Abu Bakar Al-Masyhur, zawiyah Syekh Salim bin Fadhal Bafadhal dengan pengasuh al-Habib Abu Bakar bin Abdullah          al-Kherred (meninggal tahun 1312 H) dan lain sebagainya.

 Demikinlah kegiatan-kegiatan ilmiah yang ada di kota ini begitu ramai dan tatkala pelajar dari luar Tarim kian banyak dan dirasa kian sulit mendapatkan tempat tinggal, berkumpullah para pemuka kota ini guna memecahkan masalah itu, diantara mereka dari keluarga al-Haddad, as-Sirri, al-Junaid dan al-Arfan.

Nama Perguruan

Pertemuan itu menghasilkan kesepakatan untuk mendirikan sebuah rubath (ma’had) yang kemudian dinamakan “RUBATH TARIM”. Persyaratan bagi calon pelajar juga dibahas pada kala itu, kriteria utama antara lain: calon santri adalah penganut salah satu mazhab dari empat mazhab fiqh (Maliki, Hanafi, Syafi’i, dan Hambali) dan dalam aqidah bermazhab Asy’ariyah (mazhab Imam Abi Hasan Al-Asy’ari)     

Tahun Diresmikan

    Setelah membuat kesepakatan diatas dimulailah pembangunan Rubath Tarim. Untuk keperluan ini, Habib Ahmad bin Umar as-Syatiri (wafat  di Tarim tahun 1306 H) mewakafkam rumah beliau (dar muhsin) dan pekarangannya yang berada disebelah pasar di halaman mesjid Jami’ Tarim dan mesjid Babthoinah (sekarang mesjid Rubath Tarim). Wakaf juga datang dari al-Allamah al-Muhadisth Muhammad bin Salim as-Sirri (lahir di Singapura 1264 H, dan wafat di Tarim 1346 H)

    Habib Salim bin Abdullah as-Syatiri (pengasuh Rubath Tarim sekarang) menambahkan bahwa pedagang-pedagang dari keluarga al-Arfan juga mewakafkan tanah yang mereka beli di bagian timur, mereka kemudian dijuluki tujjaru ad-dunya wa al-akhirah (pedagang dunia dan akhirat). Datang juga sumbangan melalui wakaf rumah, kebun, dan tanah milik keluarga-keluarga habaib di luar Yaman, seperti Indonesia, Singapura, dan Bombosa Afrika. 

Akhirnya selesailah pembangunan Rubath Tarim di bulan Dzulhijjah tahun 1304 H dan secara resmi dibuka pada 14 Muharram 1305 H, keluarga al-Attash tercatat sebagai santri pertama yang belajar di Rubath Tarim kemudian datang keluarga al-Habsyi,begitu selanjutnya berdatangan para pelajar, baik dari Hadramaut sendiri maupun dari luar Hadramaut  bahkan dari luar negeri Yaman. Habib Ahmad bin Hasan al-Attash berkata: “Perealisasian pembangunan Rubath Tarim ini tidak lain adalah niat semua salafusshalihin alawiyiin, hal ini terbukti dengan mamfaatnya yang besar serta meluas mulai dari bagian Timur bumi dan Barat”.

Pengasuh

-  Pengasuh I   

Mufti Diyar Hadramiyah Sayyidina al-Imam al-Habib Abdurrahman bin Muhammad al-Masyhur (pengarang kitab Bugyatul Mustarsidin), beliau  lahir di Tarim tahun 1250 H. Beliau mengasuh Rubath Tarim hingga tahun 1320 H, dengan dibantu ulama-ulama lain yang ada pada masa itu, seperti al-Allamah Syekh Ahmad bin Abdullah al-Bakri al-Khatib (1257-1331 H), al-Allamah an-Nahrir Habib Alwi bin Abdurrahman al-Masyhur (1263-1341), al-Faqih   al-Qadhi Husein bin Ahmad bin Muhammad al-Kaff (menjadi qadhi di Tarim selama dua periode, wafat 1333 H), al-Allamah as-Sayyid Hasan bin Alwi bin Sihab, al-Allamah Syekh Abu Bakar bin Ahmad         al-Bakri al-Khatib (1286-1356). Para mudarris inilah yang mengajar di Rubath Tarim sejak pertama kali dibuka pada tahun 1305 hingga tahun 1314 H.  

-  Pengasuh II

Al-Allamah al-Habib Ali bin Abdurrahman al-Masyhur (lahir di Tarim tahun 1274 H), mudarris di zawiyah Syekh Ali bin Abu Bakar bin Abdurrahman as-Segaf. Beliau mengasuh Rubath Tarim sejak wafatnya sang ayah (al-Habib Abdurrahman bin Muhammad al-Masyhur) pada tahun 1320 H dan terus berlangsung hingga tahun 1344 H ketika beliau berpulang ke rahmatullah pada tahun itu pada tanggal 9 Syawal.

-  Pengasuh III  

Al-Habib Abdullah bin Umar as-Syatiri ra (lahir di Tarim bulan Ramadhan tahun 1290 H), yang kemudian diberi mandat oleh pemuka kota Tarim untuk menjadi pengasuh ketiga yang semula menjadi wakil Habib Ali bin Abdurrahman al-Masyhur sejak tahun 1341 H jika beliau berhalangan mengajar dan telah menjadi mudarris di Rubath Tarim sejak datang dari Mekkah pada tahun 1314 H. Pada mulanya beliau belajar di kota kelahiran kepada para masyayikh di sana terutama kepada Habib Abdurrahman al-Masyhur, Habib Alwi bin Abdurrahman al-Masyhur dan Habib Ahmad bin Muhammad    al-Kaff. Kemudian beliau pindah ke Seiwun (25 Km sebelah barat laut kota Tarim) dan belajar di Rubath Habib Ali bin Muhammad bin Husien al-Habsyi selama kurang lebih empat bulan, juga kepada Habib Muhammad bin Hamid as-Segaff, dan saudara beliau Umar bin Hamid as-Segaf, serta Habib Abdullah bin Muhsin as-Segaf. 

    Pada waktu berumur 20 tahun (tahun 1310 H), beliau pergi ke Mekkah bersama orang tua beliau Habib Umar As-Syatiri, untuk menunaikan ibadah haji dan ziarah kepada Rasulullah saw. Setelah selesai menunaikan ibadah haji, beliau meminta izin kepada ayah beliau untuk tinggal di Mekkah guna menuntut ilmu. Dan tercatat sejak tanggal 15 Muharram 1211 H hingga 15 Dzulhijjah 1313 H beliau belajar pada ulama-ulama di kota suci itu, diantaranya kepada Syekh al-Allamah Umar bin Abu Bakar Ba Junaid, Syekh al-Allamah Muhammad bin Said Babsheil, Habib Husien bin Muhammad bin Husien al-Habsyi (saudara Habib Ali bin Muhammad Al-Habsyi, Seiwun), Habib Ahmad bin Hasan al-Attash, dan al-Faqih al-Abid Abu Bakar bin Muhammad Syatho (pengarang kitab Hasyiyah I’anatu at-Thalibin ‘ala Fathi al-Mu’in).

    Konon ilmu nahwu sangat sulit bagi beliau, sampai beliau berujar (sebagaimana yang dituturkan putera beliau Habib Salim bin Abdullah as-Syatiri):”…..dulu saya punya kitab Kafrawi syarah al-Jurumiah yang penuh dengan air mata….. “ kerena sulitnya ilmu itu bagi beliau. Namun kemudian Allah SWT menganugerahi beliau ke-futuh-an.”….tatkala saya berada di Mekkah, semua risalah yang datang, saya taruh dibawah tempat tidur, saya berdo’a di Multazam agar Allah SWT membukakan bagi saya ilmu yang bermamfaat, dan agar ilmu saya menyebar di bumi barat dan timur, maka acap kali saya berdo’a dengan do’a ini, terlintas dalam benak, bahwa saya akan menjadi musafir yang pindah dari  negeri satu ke negeri yang lain untuk mengajar umat, akan tetapi berapa lama umur manusia untuk semua itu ?…”. Maka Allah SWT mengabulkan do’a beliau, Allah SWT memudahkan perjalanan Rubath ini, sehingga para penuntut ilmu berdatangan dari penjuru dunia, mereka menjadi ulama, dan menyebarkan ilmu mereka masing-masing maka menyebarlah ilmu beliau (Habib Abdullah bin Umar as-Syatiri) di timur dan barat.

    Sayyid Muhammad bin Salim bin Hafizd (salah seorang murid beliau) berujar:”……..Habib Abdullah bercerita kepada kami bahwa lama tidur beliau kala itu (selama balajar di Mekkah) tidak lebih dari 2 jam saja setiap harinya, beliau belajar kepada guru-gurunya sebanyak 13 mata pelajaran pada siang dan malam, serta menelaah kembali semua pelajaran itu (tiap hari)……”.

Selama kurang lebih lima puluh tahun beliau mengajar di Rubath Tarim (1314-1361 H) selama itu hanya enam jam beliau berada dirumah, sedang delapan belas jam dari dua puluh empat jam tiap hari, beliau berada di Rubath Tarim untuk mengajar dan memimpin halaqah-halaqah ilmiah, jumlah murid yang telah belajar di Rubath Tarim tak dapat diketahui secara pasti jumlahnya. Dalam biografi Habib Muhammad bin Abdullah al-Hadar (salah seorang murid di Rubath Tarim) menyebutkan bahwa lebih dari 13.000 alim telah keluar dari Rubath Tarim di bawah asuhan Habib Abdullah bin Umar as-Syatiri.


-   Pengasuh IV  

Al-Habib Hasan bin Abdullah bin Umar as-Syatiri.

-   Pengasuh V 

Al-Habib Salim bin Abdullah bin Umar as-Syatiri (pengasuh sekarang).

Luas Bangunan

Saat ini, bangunan Rubath Tarim yang luasnya sekitar 500 m persegi ini menampung pelajar dari berbagai belahan dunia terutama pelajar Indonesia yang hampir mendominasi warga Rubath Tarim.

Sistem Belajar

Sejak berdiri hingga sekarang (kurang lebih 121 tahun) pengajian di Rubath Tarim dilaksanakan dengan sistem halaqah yang dibimbing oleh para masyayikh. Klasifikasi ini disesuaikan dengan tingkatan masing-masing pelajar. Tiap halaqah mengkaji berbagai fan keilmuan tak kurang dari sepuluh halaqah sejak pagi hingga malam mengkaji ilmu-ilmu agama dan diikuti oleh para pelajar dengan disiplin dan khidmat.

Kitab-Kitab Yang Dipelajari

Adapun kitab-kitab yang dikaji pada tiap halaqah disesuaikan dengan kemampuan pelajar (semacam tingkatan kelas), antara lain:

    *    Umdah
    *    Fathul mu’in
    *    Minhajut Thalibin dan sarahnya
    *    Nahwu
    *    Fawaid Sugro dan Kabir
    *   Matan al-Jurumiah
    *    Al-Fushul al-fikriah Fiqh
    *    Ar-risalatul al-Jamiah
    *    Safinatun Najah
    *    Mukhtasar Shogir
    *    Mukhtasar Kabir
    *   Abi Syuja’
    *   Fathul Qarib
    *   Zubad
    *   Mutammimah -
    *  Qatrun Nida
    *   Syaddzu adzhab
    *   Alfiah Ibnu Malik
    *   Zawaid (tambahan) Alfiah Ibnu Malik

Setelah menamatkan kitab-kitab diatas para pelajar melanjutkan pada materi-materi lain, seperti Hadist, Tafsir, Usul fiqh.

Waktu Belajar

Para pengurus Rubath Tarim memperhatikan semua aktifitas pelajar dengan secara cermat. Jadual rutinitas keseharian para pelajar dimulai sejak sebelum shalat Subuh dengan melaksanakan shalat Tahajud, dilanjutkan shalat Subuh berjamaah di mesjid Babthoin, disertai pembacaan aurad.

Baru kira-kira pukul 05.00 s.d 07.00 pagi, digelar pengajian nahwu atau lebih akrab disebut dars nahwu. Setelah itu para pelajar dipersilahkan makan pagi. Pada jam 07.30 dilaksanakan mudzakarah tiap halaqah selama sekitar setengah jam untuk persiapan pengajian yang akan di pelajari bersama masyayikh yaitu hafalan matan sampai pukul 09.00.

Selama tiga jam berikutnya adalah waktu istirahat hingga Dzuhur, setelah menunaikan shalat Dzuhur diadakan hizb (tadarus) al-Qur’an selama setengah jam. Setelah itu para pelajar dianjurkan tidur siang untuk persiapan mengaji pada sore hari.

Pada pukul 15.00 setelah shalat ashar berjamaah, semua pelajar mengaji tiap halaqah sampai pukul 17.00, setelah shalat magrib dilanjutkan dengan hizb (tadarus) Al-Qur’an dan pengajian halaqah sampai pukul 20.15. Setelah makan malam para pelajar diharuskan mengikuti halaqah selama setengah jam untuk persiapan pelajaran pagi.

Staf Pengajar

1.    Al-Habib Salim bin Abdullah bin Umar as-Syatiri
2.    Syekh Abu Bakar Muhammad Balfaqih
3.    Syekh Umar Abdurrahman al-Atthas
4.    Syekh Abdullah Abdurrahman al-Muhdhar
5.    Syekh Muhammad Ali al-Khatib
6.    Syekh Muhammad Ali Baudhan
7.    Syekh Abdullah Umar bin Smith
8.    Syekh Abdurrahman Muhammad al-Muhdhar
9.    Syekh Hasan Muhsin al-Hamid
10.    Syekh Abdullah Shaleh Ba’bud
11.    Syekh Muhammad Al-Haddad
12.    Syekh Abdullah Umar Bal Faqih
Selain para masyayikh diatas, para senior juga diwajibkan membimbing halaqah tingkat bawahnya.

Fasilitas

    *     50 kamar
    *     Wartel
    *    Toserba
    *     Perpustakaan

Penutup

Sebagian ulama yang telah belajar di Rubath Tarim , antara lain:

-    Al-Imam Syaikhul Islam al-Habib Muhammad bin Abdullah        al-Haddar (1340-1418 H), mufti propinsi Baidha, Yaman dan pendiri Rubath al-Haddar lil ulumus Syariat.
-    Al-Allamah Habib Hasan bin Ismail bin Syekh, pendiri Rubath Inat Hadramaut.
-  Al-Allamah al-Habr, pejabat qadhi as-syar’i Baidha, Habib Muhammad bin Husien al-Baidhawi.
-   Al-Habib Abdullah bin Abdurrahman Ibn Syekh Abu Bakar bin Salim, pendiri Rubath Syihir.
-   Al-Habib Husien al-Haddar, ulama besar kelahiran Indonesia dan meninggal di Mukalla Hadramaut.
-  Al-Habib Muhammad bin Salim Bin Hafizd Ibn Syekh Abu Bakar bin Salim, pengarang dari berbagai kitab fikih dan faraid ayah dari al-Habib Ali Masyhur bin Hafizd dan al-Habib Umar bin Hafizd pendiri ma’had Dar Al-Musthafa Tarim Hadramaut.
- Al-Habib al-Wara’ as-Shufi  Ahmad bin Umar as-Syatiri, pengarang kitab Yakutun Nafis, Nailurraja’ syarah Safinatun Naja  dan sebagainya.
- Al-Habib Muhammad bin Ahmad as-Syatiri, pengarang kitab Syarah Yaqutun Nafis, Mandzuma Al-Yawaqit fifanni Al-Mawaqit (ilmu falaq), kitab Al-Fhatawa Al-Muassyirah dan sebagainya.
- Al-Allamah Syekh Muhammad bin Salim al-Baihani, pendiri ma’had Al’ilmi, Aden.
- Al-Allamah Habib Muhammad bin Ali bin Abdurrahman al-Habsyi, Jakarta, Indonesia.
- Al-Wajih an-Nabil al-Habib Abdul Qadir bin Ahmad Balfaqih (wafat tahun 1381 H), pengasuh ma’had Darul Hadist al-Faqihiyyah, Malang, Indonesia.
- Al-Faqih an-Nabil pejabat qadhi as-syar’i Banjarmasin Syekh Ahmad Said Ba Abdah.
-   Habib Abdullah al-Kaff, Tegal, Indonesia.
-    Habib Ahmad bin Ali al-Attas, pekalongan.
-    Habib Abdurrahman bin Syekh al-Attas, Jakarata.
-    Habib Abdullah Syami al-Attas, Jakarta.
-    Syekh al-Allamah Umar Khatib, Singapura.
-    Habib ‘Awad Ba ’Alawi, sesepuh ulama Singapura.
-    Syekh Abdurrahman bin Yahya, qadhi Kelantan, Malaysia.
-    Sayyid al-Muhafizd al-Majid al-Adib Hamid bin Muhammad bin Salim bin Alwi as-Sirri, pengajar di Rubath Tarim dan Jam’iyatul al-Haq di kota yang sama, kemudian pindah dan mengajar di Malang, Indonesia.
-    Habib Alwi bin Thohir Al-Haddad, Mufti Johor, Malaysia.

Dan banyak lagi para ulama yang telah belajar di Rubath Tarim ini, yang tak mungkin disebutkan nama-nama mereka yang mencapai ribuan. Habib Alwi bin Muhammad bin Ahmad al-Muhdhar di Indonesia, berkata:”…tak kutemukan satu daerah atau pulau di Indonesia yang saya masuki, kecuali saya dapati orang orang yang menyebarkan ilmu disana adalah alumni Rubath Tarim ini atau orang yang belajar kepada orang yang telah belajar disini…”.

Habib Musthafa bin Ahmad al-Muhdar menulis pada sebagian surat beliau kepada ahli Tarim: ”Ilmu as-Syatiri (Habib Abdullah bin Umar as-Syatiri) teruji dengan penyebarannya menyebar ke segala penjuru, dari daerah yang satu ke daerah yang lain, menyebar ke Hindia, China, negara-negara Arab, Somalia, Malabar, dan sebagainya..”.

Sayyid Muhammad bin Salimwalaikum sala bin Hafizd menambahkan (Habib Abdullah as-Syatiri) berhak mengatakan jika beliau mau sebagaimana yang dikatakan Imam Abi Ishaq as-Syairozi tatkala memasuki Khurasan,”tak aku dapati disatu kota pun dari kota-kota disana, Qadhi atau Alim kecuali dia adalah muridku atau murid dari muridku..”

    Demikianlah sekelumit sejarah Rubath Tarim yang panjang dan agung, yang telah belajar di sana beribu-ribu ulama, al-allamah, faqih, mufti, qadhi, syair bahkan para aulia Allah SWT. Dan saat ini Rubath Tarim telah memasuki usia yang ke-121 tahun, ratusan pelajar dari Yaman, Indonesia, Malaysia, Singapura, Tanzania, Afrika, dan sebagainya tengah menimba ilmu di sana, di bawah asuhan al-Allamah Habib Salim bin Abdullah as-Syatiri.

Allahumma ya Man waffaqa ahla al-khoir  li khoiri wa a’annahum ‘alaihi, waffiqna lil khoiri   wa a’innaa ‘alaihi, Amin…
(berbagai sumber)

*diambil melalui : http://indo.hadhramaut.info/view/363.aspx

SUMBER LAINNYA: TANTE LIA (SYARIFAH NUR AMALIYA)