Selasa, 28 September 2010

doa 3 orang pemuda di dalam gua (Bentuk Tawassul Yang disyari’atkan)

Dari Nafi’ diriwayatkan dari Ibnu Umar radhiallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Ada tiga orang dari umat sebelum kalian yang sedang mengadakan perjalanan. Tiba-tiba mereka ditimpa oleh hujan, maka mereka berteduh di dalam sebuah gua. (Tanpa disangka), gua tersebut menyekap mereka, (karena pintunya tertutup oleh sebuah batu besar). Maka ada sebagian dari mereka yang berkata kepada yang lain: “Demi Allah, tidak akan ada yang dapat menyelamatkan kalian kecuali sifat jujur (keikhlasan), oleh karenanya, saya harap agar masing-masing kalian berdo’a (kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala) dengan perantara (wasilah) suatu amal yang dia yakin dikerjakan dengan penuh kejujuran (keikhlasan).

Seorang dari mereka berdo’a: “Ya Allah, Engkau tahu bahwa dulu aku punya seorang pekerja yang bekerja padaku dengan imbalan 3 gantang padi. Tapi, tiba-tiba dia pergi dan tidak mengambil upahnya. Kemudian aku ambil padi tersebut lalu aku tanam dan dari hasilnya aku belikan seekor sapi. Suatu saat, dia datang kepadaku untuk menagih upahnya. Aku katakan padanya, ‘Pergilah ke sapi-sapi itu dan bawalah dia’. Dia balik berkata, ‘Upahku yang ada padamu hanyalah 3 gantang padi’. Maka aku jawab, ‘Ambillah sapi-sapi itu, sebab sapi-sapi itu hasil dari padi yang tiga gantang dulu’. Akhirnya dia ambil juga. (Ya Allah), bila Engkau tahu bahwa apa yang aku perbuat itu hanya karena aku takut kepadaMu, maka keluarkanlah kami (dari gua ini).” Tiba-tiba batu besar (yang menutupi gua itu) bergeser.
Seorang lagi berdo’a: “Ya Allah, Engkau tahu bahwa aku mempunyai bapak-ibu yang sudah tua. Setiap malam aku membawakan untuk keduanya susu dari kambingku. Suatu malam aku datang terlambat pada mereka. Aku datang kala mereka sudah tidur lelap. Saat itu, isteri dan anak-anakku berteriak kelaparan. Biasanya aku tidak memberi minum buat mereka sehingga kedua orang tuaku terlebih dahulu minum. Aku enggan membangunkan mereka, aku juga enggan meninggalkan mereka sementara mereka butuh minum susu tersebut. Maka, aku tunggu mereka (bangun) sampai fajar menyingsing. (Ya Allah), bila Engkau tahu bahwa hal tersebut aku kerjakan hanya karena takut padaMu, maka keluarkanlah kami (dari gua ini). Tiba-tiba batu besar itu bergeser lagi.
Yang lain lagi juga berdo’a: “Ya Allah, Engkau tahu aku mempunyai saudari sepupu (puteri paman), dia adalah wanita yang paling aku cintai. Aku selalu menggoda dan membujuknya (berbuat dosa) tapi dia menolak. Hingga akhirnya aku memberinya (pinjaman) 100 dinar. (Jelasnya), dia memohon uang pinjaman dariku (karena dia sangat membutuhkan dan terpaksa), maka (aku jadikan hal itu sebagai hilah untuk mendapatkan kehormatannya). Maka aku datang kepadanya membawa uang tersebut lalu aku berikan kepadanya, akhirnya dia pun memberiku kesem-patan untuk menjamah dirinya. Ketika aku duduk di antara kedua kakinya, dia berkata, ‘Bertakwalah engkau kepada Allah, janganlah engkau merusak cincin kecuali dengan haknya’. Maka dengan segera aku berdiri dan keluar meninggalkan uang 100 dinar itu (untuknya). Ya Allah, bila Engkau tahu bahwa apa yang aku kerjakan itu hanya karena aku takut kepadaMu, maka keluarkanlah kami (dari gua ini)”. Tiba-tiba bergeserlah batu itu sekali lagi, dan Allah pun mengeluarkan mereka . (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Murka Allah Atas Orang Yang Menyakiti Wali-Nya

Dari Muhammad bin Sirin, ia berkata, “Suatu ketika aku melakukan thawaf di Ka’bah, tiba-tiba ada seseorang yang mengucapkan, ‘Ya Allah, ampunilah aku. Tapi aku kira Engkau tidak akan mengampuniku.’ Lalu aku katakan kepadanya, ‘Hai ‘Abdullah, belum pernah aku dengar ada orang mengucapkan seperti yang engkau ucapkan itu.’ Ia mengatakan, ‘Dulu aku pernah berjanji kepada Allah bahwa bila ditakdirkan dapat menampar wajah ‘Utsman (bin ‘Affan-red.,) pastilah aku lakukan. Tatkala ia wafat dan diletakkan di atas tempat tidurnya di rumah sementara orang-orang masih berlalu lalang; keluar masuk, aku pun masuk untuk mendekatinya seakan sedang menyalatinya, lalu aku mendapatkan kesempatan, maka aku angkat pakaian dari wajah dan jenggotnya, lalu aku menamparnya. Rupanya, Allah menghukumku dengan menjadikan tangan kananku ini kering sehingga seperti kayu kering yang tidak dapat digerak-gerakkan lagi.’”
Selanjutnya, Ibn Sirin berkata, “Lalu aku melihat tangannya tersebut dan ternyata memang kering seperti yang dikatakannya.”
‘Utsman adalah khalifah ketiga yang dizhaimi. Ia telah menyerahkan urusannya kepada Rabbnya, lalu Allah pun menuntaskan masalahnya dan menjalankan Qadar untuknya serta menjadikan orang yang menzhaliminya tersebut sebagai pelajaran yang akan dikenang sepanjang zaman. Allah Maha Perkasa Lagi mempunyai balasan (siksa).

(SUMBER: Nihaayah azh-Zhaalimiiin karya Ibrahim ‘Abdullah al-Hazimy, Juz.III, h.26 seperti yang dinukilnya dari kitab al-Bidaayah Wa an-Nihaayah, Taariikh al-Bukhari dan Taariikh ath-Thabary)

MUROBBI PARA WALI SONGO SANADNYA SAMPAI ALMUSTHOFA SAYIDINA MUHAMMAD SAW

Syekh Jumadil Qubro
Syekh Jumadil Qubro alias Jamaludin Akbar Khan dikatakan berasaldari Samarkand, Uzbekistan, Asia Tengah. Ada versi yang meyakini beliausebagai keturunan ke-10 dari Sayidina Husein, cucu Nabi Muhammad SAW.Makamnya ada di beberapa tempat, yaitu di Semarang, Trowulan, dan didesa Turgo (dekat Pelawangan), Jogjakarta. Belum diketahui yang manayang betul-betul kuburannya. Perlu di nyatakan bahawa tempat wujudnyaatau berdirinya seorang wali atau tokoh juga di panggil makam, sepertiMakam Nabi Ibrahim di Masjidil Haram. Replika makam yang asli jugaterkadang di bangun.

Syekh Jumadil Qubro, dan kedua anaknya, Maulana Malik Ibrahim danMaulana Ishaq bersama sama datang ke pulau Jawa. Setelah itu merekaberpisah, Syekh Jumadil Qubro tetap di pulau Jawa, Maulana MalikIbrahim ke Champa, Vietnam Selatan, dan adiknya Maulana Ishaqmengislamkan Samudra Pasai.

Sebagian masyarakat berpendapat bahwa Syekh Jumadil Qubro adalah ayahdari Maulana Malik Ibrahim dan Maulana Ishaq, yang menjadi ulamaternama di Indonesia. Maulana Malik Ibrahim mengislamkan KerajaanChampa, dan adiknya, Maulana Ishaq, mengislamkan Samudra Pasai. Bilademikian, beberapa Walisongo, yaitu Sunan Ampel (Raden Rahmat) danSunan Giri (Raden Paku) adalah cucunya, dan Sunan Bonang, Sunan Drajaddan Sunan Kudus adalah buyutnya. Maka bisa dikatakan bahwa paraWalisongo dapat saja merupakan keturunan etnis Uzbek, selainkemungkinan lainnya yaitu etnis Persia, Gujarat, ataupun Hadramaut.

Bukti yang kuat bagaimanapun dari Sayyid `Alwî b. Tâhir Al-Haddad,mantan Mufti Johor (Sejarah perkembangan Islam di Timur Jauh, Jakarta:Al-Maktab ad-Daimi, 1957) mengatakan mereka dari keturunan ayah adalahetnis Hadramaut yang telah berhijrah ke India. Yang pertama-tama keIndia adalah cucu Sayyid Muhammad Sohib Mirbath iaitu Sayyid AbdulMalik Al-Muhajir bin Alawi BaAlawi Al-Husaini yang telah berhijrah keNasrabad, India dan ahli keluarganya kemudian terkenal dengan kabilahAzamat Khan.

Beliau menamakan puteranya Abdullah Khan yang kemudiannya menjadi leluhur para wali-wali tersebut.

SilsilahSilsilah mereka banyak tersebar di masjid-masjid tua di Indonesia,antaranya Masjid Agung Demak, dan ia menunjukkan Syekh Jumadil Qubrosebagai generasi ke 18 dari Imam Hussain. Menempatkan beliau sebagaigenerasi ke 10 dari Imam Hussain, bagaimanapun, akan memposisikanbeliau pada era Sayyid Muhammad Sohibus Saumiah bin Alawi Awwal yanglahir pada tahun 390H (969 M) dan wafat tahun 446H (1025M). Dandaftar-daftar keturunan Imam Hussain pada era tersebut adalah antarayang paling akurat dan terpercaya.

.Syaikh Jumadil Qubro @ Jamaluddin Akbar Khan bin

.Ahmad Jalaludin Khan bin

.Abdullah Khan bin

.Abdul Malik Al-Muhajir (India) bin

.Alawi Ammil Faqih (Hadhramaut) bin

.Muhammad Sohib Mirbath (Hadhramaut)

.Ali Kholi' Qosam bin

.Alawi Ats-Tsani bin

.Muhammad Sohibus Saumi'ah bin

.Alawi Awwal bin

.Ubaidullah bin

.Ahmad al-Muhajir bin

.Isa Ar-Rumi bin

.Muhammad An-Naqib bin

.Ali Uradhi bin

.Ja'afar As-Sodiq bin

.Muhammad Al Baqir bin

.Ali Zainal 'Abidin bin

.Imam Hussain

Pada posisi generasi ke 18 dari Imam Hussain, maka keberadaan mereka di Indonesia dan rantau ini pada abad ke 14 dan 15 adalah lebih aktual dan persis.

Silsilah ini juga mengatakan bahawa Maulana Ishak adalah PUTERA Maulana Ibrahim, bukan saudara sekandung seayah. Bermakna Maulana Ishak adalah CUCU Syaikh Jumadil Kubro @ Syaikh Jamaludin Akbar tersebut.

Sila rujuk penulisan sejarah keturunan Bani Alawi seperti al-Jawahir al-Saniyyah, oleh Sayyid Ali bin Abu Bakar Sakran dan 'Umdat al-Talib oleh al-Dawudi dan Syams al-Zahirah oleh Sayyid Abdul Rahman Al-Masyhur.

[sunting] Syekh Maulana AkbarPada dasarnya ada beberapa tokoh di abad 14-15 yang dianggap pelopor penyebaran Islam di tanah Jawa, yang diantaranya adalah Syekh Jamaluddin Akbar dari Gujarat yang lebih sering disebut Syekh Maulana Akbar oleh kaum Sufi di tanah air. Syekh Jamaluddin Akbar besar kemungkinan adalah tokoh yang juga di panggil Syekh Jumadil Qubro seperti yang disebut di atas. Nama Jumadil Qubro (Kubro) adalah korupsi Jamaludin Akbar seperti yang di katakan oleh Martin van Bruinessen ("Najmuddin al-Kubra, Jumadil Kubra and Jamaluddin al-Akbar: Traces of Kubrawiyya influence in early Indonesian Islam", Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde 150 (1994), 305-329.)

Dari beliaulah tampaknya sebagian besar Walisongo berasal seperti yang telah disebut diatas.

Di dalam Muqqadimah kitab Tarjamah Risalatul Muawanah (Thariqah Menuju Kebahagiaan), penulis asal Bandung Muhammad Al-Baqir telah memasukkan beragam catatan kaki dari riwayat-riwayat lama tentang kedatangan para muballigh Arab ke Asia Tenggara walaupun berisi banyak catatan sejarah yang menguatkan Walisongo dan Mubaligh masa awal lainnya keturunan Hadramawt, tapi satu kesimpulan bahwa Syekh Mawlana Akbar sempat mengunjungi Nusantara dan wafat di Wajo, Makasar adalah satu hal yang belum dapat dikonfirmasi sumber sejarah lain. Sementara riwayat turun-temurun kaum Sufi di Jawa Barat menyebutkan Syekh Maulana Akbar wafat dan dimakamkan di Cirebon, satu klaim yang juga belum bisa diperkuat sumber sejarah lain.

Yang bisa dipastikan adalah tiga orang putra beliau meneruskan dakwah di Asia Tenggara hingga Nusantara yaitu Ibrahim Akbar (ayahanda Sunan Ampel) bermarkas di Champa, Ali Nuralam Akbar (kakek Sunan Gunung Jati) bermarkas di Pasai dan Zainal Alam Barakat. Silsilah Syekh Maulana Akbar Gujarat yang bernama asli Jamaluddin Akbar ini adalah putra Ahmad Jalal Syah, putra Abdullah Khan, putra Abdul Malik, putra Alwi, putra Syekh Muhammad Shahib Mirbath, seorang ulama besar Hadramaut, Yaman, di abad 12 M.

Syekh Muhammad Shahib Mirbath adalah putra Ali, putra Alwi, putra Muhammad, putra Alwi, putra Ubaidillah, putra Ahmad Al Muhajir, putra Isa Al Rumi, putra Muhammad An Naqib, putra Ali Uraidhi, putra Imam Jafar Shadiq, putra Imam Muhammad Al Baqir, putra Imam Ali Zainal Abidin, putra Sayyidina Husain, putra Sayyidina Ali Karromallohu Wajhah, dari pernikahan dengan Sayyidah Fatimah Az Zahra putri kesayangan Nabi Muhammad SAW.

Syekh QuroSelain keluarga Syekh Maulana Akbar Gujarat, ada lagi Syekh Quro, muballigh asal Mekah bernama asli Hasanuddin yang bermarkas di Karawang makamnya ada di desa Pulo Kalapa, Lemahabang, Karawang. Syekh Quro ini kemudian menjadi sangat terkenal karena menjadi Guru bagi Nyai Subang Larang di masa gadisnya. Nyai Subang Larang yang terkenal karena kehalusan budi dan kecantikannya kemudian dinikahi Raden Manahrasa dari dinasti Siliwangi, yang kemudian hari setelah menjadi Raja mendapat gelar Sri Baduga Maharaja.

Syekh Datuk KahfiKemudian datanglah Syekh Datuk Kahfi, muballigh asal Baghdad memilih markas di Pelabuhan Muara Jati (kota Cirebon sekarang). Beliau bernama asli Idhafi Mahdi. Makam beliau ada di Gunung Jati satu komplek dengan makam Sunan Gunung Jati. Majelis pengajian beliau menjadi sangat terkenal karena didatangi Nyai Rara Santang dan Kiyan Santang (Pangeran Cakrabuwana) yang merupakan putra-putri Nyai Subang Larang dari pernikahan dengan Raja Pajajaran dari dinasti Siliwangi. Di tempat pengajian inilah tampaknya Nyai Rara Santang bertemu (dipertemukan) dengan Syarif Abdullah cucu Syekh Maulana Akbar Gujarat. Setelah mereka menikah, lahirlah Raden Syarif Hidayatullah kemudian hari dikenal sebagai Sunan Gunung Jati.

Syekh Khaliqul IdrusSetelah kedatangan Syekh Datuk Kahfi, di Jepara mendaratlah seorangmuballigh Parsi yang riwayat turun temurun bagi orang Sunda dan Jawadipanggil Syekh Khaliqul Idrus. Menurut suatu penelitian, beliaudiperkirakan adalah Syekh Abdul Khaliq dengan laqob Al-Idrus putraSyekh Muhammad Al-Alsiy yang wafat di Isfahan, Parsi. Syekh KhaliqulIdrus di Jepara menikahi salah seorang cucu Syekh Maulana Akbar yangkemudian melahirkan Raden Muhammad Yunus. Raden Muhammad Yunus kemudianmenikahi salah seorang putri Majapahit hingga mendapat gelar Wong AgungJepara. Pernikahan Raden Muhammad Yunus dengan putri Majapahit diJepara ini kemudian melahirkan Raden Abdul Qadir yang dikemudian harimenjadi menantu Raden Patah, dengan gelar Adipati Bin Yunus yangmasyarakat lebih mudah memnggil dengan Pati Unus yang setelah gugur diMalaka 1521, dipanggil dengan sebutan Pangeran Sabrang Lor.

Silsilah Syekh Khaliqul Idrus yang bernama asli Abdul KhaliqAl-Idrus, adalah putra Muhammad Al Alsiy, putra Abdul Muhyi Al Khoyri,putra Muhammad Akbar Al Ansari, putra Abdul Wahhab, putra Yusuf AlMukhrowi, putra Muhammad Al Faqih Al Muqaddam, seorang ulama sangatterkenal di abad 13 di Hadramaut, Yaman, yang merupakan putra dari Ali,putra Muhammad Shahib Mirbath.

Di titik Muhammad Shahib Mirbath bertemulah silsilah Syekh MaulanaAkbar Gujarat (yang merupakan kakek-buyut bagi sebagian besar Walisongodan cikal bakal Keraton Cirebon dan Keraton Banten dan leluhur bagipara kyai pesantren di seluruh pesisir Pulau Jawa), dengan silsilahSyekh Khaliqul Idrus (kakek buyut Pangeran Sabrang Lor dan cikal bakalbeberapa dinasti di Jawa Barat seperti dinasti Muhammad Wangsa (Bogor),dinasti Kusumahdinata (Sumedang) dan dinasti Wiradadaha (Tasikmalaya)).

Lihat pula: Pangeran Sabrang Lor

Bukti-bukti dan analisa sejarah yang memperkuat pendapat Walisongo keturunan HadramautWalaupun masih ada pendapat lain seperti menyebut dari Samarkand(Asia Tengah), Champa atau tempat lainnya, tampaknya itu semua adalahjalur penyebaran para Mubaligh dari Hadramawt yang sebagian besarnyaadalah kaum Sayyid (Syarif). Beberapa buktinya (no 1 dan 2) adalahsebagian dari yang telah dikumpulkan oleh penulis Muhammad Al Baqirdalam Thariqah Menuju Kebahagiaan:

L.W.C Van Den Berg dalam bukunya Le Hadramawt et Les ColoniesArabes dans l’Archipel Indien (1886) mengatakan:”Adapun hasil nyatadalam penyiaran agama Islam (ke Indonesia) adalah dari orang-orangSayyid Syarif. Dengan perantaraan mereka agama Islam tersiar diantararaja-raja Hindu di Jawa dan lainnya. Selain dari mereka ini, walaupunada juga suku-suku lain Hadramawt (yang bukan golongan Sayyid Syarif),tetapi mereka ini tidak meninggalkan pengaruh sebesar itu. Hal inidisebabkan mereka (yakni kaum Sayyid Syarif Hadramaut) adalah keturunandari tokoh pembawa Islam (Nabi Muhammad SAW).”Dalam buku yang sama hal 192-204, Van Den Berg menulis:”Pada abad XV,di Jawa sudah terdapat penduduk bangsa Arab atau keturunannya, yaitusesudah masa kerajaan Majapahit yang kuat itu. Orang-orang Arabbercampul-gaul dengan penduduk, dan sebagian mereka mempuyaijabatan-jabatan tinggi. Mereka terikat dengan pergaulan dankekeluargaan tingkat atasan. Rupanya pembesar-pembesar Hindu dikepulauan Hindia telah terpengaruh oleh sifat-sifat keahlian Arab, olehkarena sebagian besar mereka berketurunan pendiri Islam (Nabi MuhammadSAW). Orang-orang Arab Hadramawt membawa kepada orang-orang Hindupikiran baru yang diteruskan oleh peranakan-peranakan Arab mengikutijejak nenek moyangnya." Perhatikanlah tulisan Van Den Berg ini yangspesifik menyebut abad XV, yang merupakan abad spesifik kedatangan dan/ atau kelahiran sebagian besar Wali Songo di pulau Jawa. Abad XV inijauh lebih awal dari abad XVIII yang merupakan kedatangan kaumHadramawt gelombang berikutnya yaitu mereka yang sekarang kita kenalbermarga Assegaf, Al Habsyi, Al Hadad, Alaydrus, Alatas, Al Jufri,Syihab, Syahab dan banyak marga hadramawt lainnya.Hingga saat ini Umat Islam di Hadramawt bermadzhab Syafi’ie samaseperti mayoritas di Ceylon, pesisir India Barat (Gujarat dan Malabar),Malaysia dan Indonesia. Sedangkan Uzbekistan dan seluruh Asia Tengah,kemudian Pakistan dan India pedalaman (non-pesisir) mayoritasnyabermadzhab Hanafi.Bahasa para pedagang Muslim yang datang ke Asia Tenggara (utamanyaMalaka dan Nusantara) dinamakan bahasa Malay (Melayu) karena parapedagang dan Mubaligh yang datang di abad 14-15 sebagian besar datangdari pesisir India Barat yaitu Gujarat dan Malabar, yang manaorang-orang Malabar (sekarang termasuk neg. bagian Kerala) mempunyaibahasa Malayalam, walaupun asal-usul mereka adalah keturunan dariHadramawt mengingat kesamaan madzhab Syafi’ie yang sangat spesifikdengan pengamalan tasawuf dan penghormatan kepada Ahlul Bait. Satukitab fiqh mazhab Syafi’ie yang sangat popular di Indonesia Fathul Muinpengarangnya bahkan Zainuddin Al Malabary (berasal dari tanah Malabar),satu kitab fiqh yang sangat unik karena juga memasukkan pendapat kaumSufi, bukan hanya pendapat kaum Fuqaha.Satu bukti yang sangat akurat adalah kesamaan Madzhab Syafi'ie dengancorak tasawuf dan pengutamaan Ahlul Bait yang sangat kental sepertikewajiban mengadakan Mawlid, membaca Diba & Barzanji, membacaberagam Sholawat Nabi, membaca doa Nur Nubuwwah (yang juga berisi doakeutamaan tentang cucu Rasul, Hasan dan Husayn) dan banyak amalanlainnya hanya terdapat di Hadramawt, Mesir, Gujarat, Malabar, Ceylon,Sulu & Mindanao, Malaysia dan Indonesia. Pengecualian mungkin hanyaterhadap kaum Kurdistan di segitiga perbatasan Iraq, Turki dan Iran,yang mana mereka juga bermadzhab Syafi’ie dengan corak Tasawuf yangsangat kuat dan mengutamakan ahlul bait (Kitab Mawlid Barzanji danManaqib Syekh Abdul Qadir Jilani adalah karya Ulama mereka Syekh Ja’farBarzanji) tapi tinggal di daerah pedalaman dan pegunungan, bukanpesisir seperti lainnya. Analisis sejarah diatas menandakan agama Islamdari madzhab dan corak ini sebagian besarnya disebarkan melalui jalurpelayaran dan perdagangan dan berasal dari satu sumber yaitu Hadramawt,karena Hadramawt adalah sumber pertama dalam sejarah Islam yangmenggabungkan fiqh Syafi'ie dengan pengamalan tasawuf dan pengutamaanahlul bait.Di abad 15 Raja-raja Jawa (yang berkerabat dengan Walisongo) sepertiRaden Patah dan Pati Unus sama-sama menggunakan gelar Alam Akbar, yangmana di abad 14 di Gujarat sudah dikenal keluarga besar JamaluddinAkbar cucu keluarga besar Datuk Azhimat Khan (Abdullah Khan) putraAbdul Malik putra Alwi putra Muhammad Shahib Mirbath Ulama besarHadramawt Abad 13M. Keluarga besar ini sudah sangat terkenal sebagaiMubaligh Musafir yang berdakwah jauh hingga pelosok Asia Tenggara danmempunyai putra-putra dan cucu-cucu yang banyak menggunakan nama Akbar,seperti Zainal Akbar, Ibrahim Akbar, Ali Akbar, Nuralam Akbar danbanyak lainnya.




Sumber tertulis tentang Walisongo:
Ada beberapa sumber tertulis tentang Walisongo, antara lain SeratWalisanga karya Ranggawarsita pada abad ke-19, Kitab Walisongo karyaSunan Giri II atau Sunan Dalem yang merupakan anak dari Sunan Giri, danjuga diceritakan cukup banyak dalam Babad Tanah Jawi.

Juga dari tulisan mantan Mufti Johor (meninggal tahun 1962),Sayyid`Alwî b. Tâhir b. `Abdallâh al-Haddâd (Sejarah perkembangan Islam diTimur Jauh. Jakarta: Al-Maktab ad-Daimi, 1957) yang beliau tukilantaranya dari Haji `Ali bin Khairuddin, Ketrangan kedatangan bungsu(sic!) Arab ke tanah Jawi sangking Hadramaut

Mengenai leluhur Sunan Gunung Jati, Sunan Ampel, Sunan Giri, SunanKudus, Sunan Bonang dan Sunan Gresik, sila lihat penulisan sejarahketurunan Bani Alawi seperti al-Jawahir al-Saniyyah, oleh Sayyid Alibin Abu Bakar Sakran dan 'Umdat al-Talib oleh al-Dawudi dan Syamsal-Zahirah oleh Sayyid Abdul Rahman Al-Masyhur